Pejabat 2.0
Pejabat 2.0 sebenarnya diinspirasi oleh istilah Government 2.0 yang berbasis Web 2.0. Web 2.0 sendiri merupakan revolusi atau perubahan besar dari Web 1.0 dengan adanya teknologi baru seperti AJAX, RSS, Social Network dll, intinya membuat internet lebih rich content. Oh ya .. tulisan ini juga diinspirasi oleh Menkominfo Tifatul Sembiring dengan akun Twitter-nya (meski sebenarnya sudah pernah boombing sejak lama di US oleh Barack Obama)
Sebelum masuk ke definisi atau kriteria Pejabat 2.0 kita coba definisikan Pejabat 1.0. Apa sih yang menjadi bayangan di benak tentang Pejabat versi pertama ini.
- Birokratis, ini berefek pada ‘keribetan’ untuk berkomunikasi dengan mereka. Memberi saran dan masukan sepertinya kok susah, sehingga mungkin banyak yang mengurungkan niat atau bahkan tidak meniatkan.
- Akses yang terbatas ke masyarakat, mereka para pejabat tentunya mempunyai keterbatasan waktu maupun biaya dalam menjalankan tugasnya, apalagi untuk negara Indonesia yang luas dan berkepulauan. Sehingga banyak aspirasi yang mungkin tidak terserap.
- Tidak transparan, sangat sulit untuk mengetahui apa yang dilakukan seorang menteri di aktivitas hariannya. Kita blank atau tidak bisa membayangankan .. pejabat ini sedang ngapain sih sekarang.
Jadi yang dibahas bukan masalah moral atau integritas (karena ini adalah harga mati dari dulu dan tidak perlu versi baru), tetapi ini lebih ke masalah teknis kerja buat Pejabat di jaman internet yang katanya sudah 3G ini.
Langsung saja, jadi bagaimana sih Pejabat 2.0
- Smartphone ? maksudnya bukan pejabat yang memakai blackberry/iphone dan hanya dipakai buat telepon atau sms. Tetapi alat diatas digunakan untuk mendukung aktifitas di dunia Web 2.0. Berguna jika pejabat itu bisa dan mau memakainya dengan benar. Banyak tool-tool yang sangat membantu utk point-point berikutnya.
- Social Network dengan pertanyaan dasar What Are You Doing? atau What’s on Your Mind? .. inilah yang akan menghapus semua bugs yang ada di versi Pejabat sebelumnya. Dengan Social Network seorang pejabat bisa langsung melakukan broadcasting status/aktifitas yang sedang ia lakukan dengan sangat cepat. Mengapa cepat ? karena hampir seluruh pengguna jejaring sosial selalu online setiap saat, dan ada efek trend fowarding (kecenderungan seseorang meneruskan suatu trend) yang menyebabkan informasi semakin cepat tersebar. Berbeda dengan televisi dan media cetak yang mempunyai lead time hampir 1 hari.
- Realtime Feedback, seorang pejabat 2.0 bisa meminta feedback kapan saja dan dimana saja dari jejaring sosialnya. Dan ia bisa membaca semua feedback yang ditujukan kepadanya, memfilternya, mengolahnya, menganalisa dsb. Semua dilakukan realtime tanpa birokrasi dan dengan biaya yang hampir Rp. 0,-.
- Grouping, jejaring sosial tersebut juga bisa dikelompokkan berdasarkan latar belakang audiensinya. Misalnya : Masyarakat Umum, Komunitas IT, Jajaran Eselon, Staff dsb. Sehingga mudah untuk dipilah sesuai kebutuhan.
- Yaaa .. memang masih banyak keterbatasan dengan Social Network ini, karena .. berapa banyak sih yang memakai layanan ini dari 200 juta rakyat Indonesia ? Yah setidaknya dari ribuan orang, berbagai komunitas, berbagai latar belakang, berbagai suku .. bisa diambil pemikiran dan aspirasinya.
- Copy Darat, ini tetap wajib terutama dengan rakyat-nya yang tidak terhubung dengan internet.
Sebagai penutup, seperti yang sering saya posting di status, berikut link contoh kasus Realtime Feedback untuk Pejabat 2.0, dari akun twitter Menkominfo Tifatul Sembiring yang sudah berhasil menghimpun 15,000 lebih follower dalam waktu 1 minggu. Semoga bukan trend sesaat, dan semoga bisa diadopsi oleh pejabat-pejabat lainnya untuk Indonesia lebih baik.