Penduduk Kampung Bulan
Kumpulan puisi ini – kali ini bukan haiku – saya buat pada saat bulan Ramadhan tahun 1431H, dua tahun yang lalu. Semoga menghibur dan dipersiapkan di sisa-sisa hehe. Yuk kita melangkah dengan wajah ceria ke sebuah desa, desa kampung bulan .. desa tempat bersemayam seribu bulan.
dalam remah sisa-sisa ramadhan
memeluk malam-malamnya
dalam kantuk kepasrahan
penduduk kampung bulan
mereka selalu malu pada rembulan
yang menyelesaikan juz-nya tepat waktu
di pelupuk mata yang manapun
semakin samar meninggalkan
dalam lelah yang memejamkan
dan meski mata terpejam .. setidaknya
penduduk kampung bulan pernah berharap
bersama satwa semesta sujud di lailatu qadar
penduduk kampung bulan
menahan nafasnya dalam quran,
berselimut semangat
kesedihan
harapan
beraduk menjadi satu dalam kantuk
penduduk kampung bulan
berkumpul di perbatasan ramadhan
berharap bisa menebus 83 tahun kebaikan
dalam semalam
penduduk kampung bulan
gemerisik angin takkan terusik
mengiring lantunan malam
mendayu di pertiga puluh yang sisa
dikais sedih dirasa
penduduk kampung bulan
sahabat di perburuan dan penantian
didapat atau tidak tak mengapa
mereka sudah tahu
kemana harus mengadu
penduduk kampung bulan
memandang bulan tinggal sebentar
menahan waktu yg makin melaju
ingin berdiam disini
tetap disini
penduduk kampung bulan
melewati sisa-sisa bulannya dengan kerinduan
ditinggal sekelumit sesal
mengapa hanya segini
menunduk mengeja diri
penduduk kampung bulan
jika ada yg bisa menghiburnya
tentu takbir kumandang kemenangan
meski tak tahu pasti
benarkah dirinya tlah menang
penduduk kampung bulan
menatap bus yg tlah menunggunya
utk pulang ke kampung bumi
“adakah tiket kembali kesini lagi?”
di kampung bulan
wangi melati dan gemerlap malam
bersama para penduduknya yang cerah ceria
menyambut seruan
di kampung bulan
dingin wudhlu
kopi dan sajadah
menghapus kantuk
merenda doa ampunan
tanpa bantal
nyenyak menanti qiyam
terlalu egoiskah penduduk kampung bulan?
berteduh di bawah malam ampunan
dan mereka masih saja menyeret keluarga dalam gerobak
sepanjang hidup
kampung bulan sangat sepi malam itu
dingin kabut bekas hujan
menambah suasana hening
tanah dan daun-daun basah
resah
merembes kabut pagi
di pelupuk mata terpejam
terbangun membuyar mimpi
sadar ujung ramadhan
hujan yang semalam
bukan bisu diamnya alam
mereka bertasbih kepada kasih
merenda akhir rindu
lagu dzikir sumbang
langit mendungkan awan kelam
oleh mereka yg hatinya bergetar
kampung bulan kan selalu dirindukan
ah ..
kau selalu membuat tertegun dagu
membekas sesal di akhir
atas waktu-waktu yg habis tanpamu
kampung bulan
ramadhanku
Masa cii…h?