\ Aduhai Sahabat Hidupku | Bhakti Utama Journal

Aduhai Sahabat Hidupku

Sudah bertahun-tahun kau hidup dalam pengembaraan diri. Menghadapi semua wajah-wajah dengan senyummu yang ceria. Hari-hari sudahkan berlalu, seharusnya ada yang bertambah dalam dirimu itu. Tentang penghargaan diri, jangan melebihi penghargaan pada Rabbmu.

Namun kelahiranmu, adalah penghibur hati
Dibelai dan dimanja setiap hari
Di malam hari tidur tak berwaktu
Tapi tak mengapa karena kau disayangi
[Odey Anak, Raihan]

Aku tahu banyak orang yang menyayangimu, mulai saat kau dulu dikandung dan dilahirkan ibumu tercinta. Dan kau menjadi si kecil yang lincah dalam kehangatan kasih ayah dan saudara. Tidakkah itu bisa menjadi ingatan yang menyungging senyumu, yang menjadi pembunuh duka dengan harapan kan bertemu mereka ? Ingatlah wajah-wajah mereka.

Hari-hari sudahkan berlalu, umurmu selalu lebih dekat sejengkal waktu di setiap detik. Ada sebuah nasyid yang sering didendangkan saudaraku fillah yang dulu menghadiri pernikahan kita, Akhi Lintang, masih ingat ? baitnya semoga menjadi perenungan.

Tuhan dulu pernah, aku menagih simpati
Kepada manusia, yang alpa jua buta
Lalu terhiritlah aku di lorong gelisah
Luka hati yang berdarah kini jadi kian parah

Semalam sudah sampai, kepenghujungnya
Desah seribu duka kuharap sudah berlalu
Tak ingin lagi, kuulangi kembali
Gerak dosa yang mengiris hati

Tuhan dosaku menggunung tinggi
Tapi rahmatMu melangit luas
Harga selautan syukurku
Hanyalah setitis nikmatMu di bumi

[Mengemis Kasih, Raihan]

Sahabat, yang pasti. Aku masih disini memandangmu. Untuk memastikan engkau bahagia di dunia dan di akhirat, seperti harap di bait-bait doa yang kita haturkan pada-Nya.

dengan cinta, fillah.

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *